Sulsel.relasipublik.com LUWU UTARA – Kahar Muzakkar datang ke kampung Rongkong, Kabupaten Luwu Utara pada Tahun 1951-1954.
Dusun Rinding Allo menjadi salah satu tempat persembunyian pasukan kahar oleh Tentara Republik.
Yang menarik, Kahar Mudzakkar adalah Tokoh Penyebar Ajaran Islam di kawasan masyarakat yang dulunya penganut Animisme.
Salah seorang petuah (Matua Mangganan) atau tokoh adat Rongkong Sitantu Panapi menuturkan “Sebelum Islam Masuk di tanah Rongkong, masyarakat berpegang atau berkeyakinan kepada kepercayaan Agama Aluq yang merupakan sebuah keyakinan animisme yang menyembah Dewa,” tuturnya.
“Suku Rongkong mulai mengenal Islam melalui jalur perdagangan dan para pedagang asal Bugis maupun Enrekang yang notabene adalah muslim yang masuk ke tanah Rongkong untuk berniaga sambil berdakwah mengajarkan Islam,” lanjutnya.
“Selain masuknya Islam di Rongkong juga karena perantau asal Rongkong yang merantau di negeri orang yang pulang dengan membawa Keyakinan Keislaman,” sambungnya.
Sebelum Islam berkembang tanah Rongkong, kedatangan pejajah Belanda rupanya juga memiliki misi lain yakni menyebarkan agama Nasrani.
Pejajah Belanda menyatroni rumah-rumah penduduk dan mulai melakukan tindakan diskrimantif dengan menerapkan ketentuan bahwa semua orang Islam laki-laki dewasa semuanya di gundul.
Tujuannya agar penjajah belanda bisa mengindentifikasi masyarakat yang memeluk agama Islam.
“Dalam proses dakwah Kahar Muzakkar bersama anak buahnya yang pertama kali di ajarkan adalah Tauhid dan tata cara shalat,” tambahnya.
“Setelah itu ajaran-ajaran Yang diberikan secara bertahap mengikuti kultur adat masyarakat Rongkong,” katanya.
Ketika masyarakat Rongkong sudah masuk kedalam agama Islam, maka Kahar Muzakkar menyerukan agar setiap Desa membangun mesjid untuk tempat beribadah.
Sejak itu masyarakat Rongkong menjadi mayoritas Islam berbagai hukum-hukum adat yang bertantangan dengan syariat Islam secara bertahap dihapuskan.
Kebijakan tersebut sesuai dengan Lontaran Luwu, Patuppu Riadae passanderi Sara’e yang memiliki arti “Hukum Adat yang sesuai dengan norma-norma kebiasaan tradisi harus dijalankan dan berdasarkan kepada syariat agama”.
Adapun hukum adat yang bertentangan dengan agama tetap dijalankan dan dilaksanakan sampai sekarang.
Banyak muncul wacana dari beberapa tokoh masyarakat adat rongkong untuk kembali membangkitkan proses budaya yang telah hilang dari kebudayaan rongkong itu sendiri.
Tapi perlu digaris bawahi bahwa kondisi objektif dari masyarakat rongkong untuk saat ini sudah diakomodir oleh umat Islam yang mayoritas di kawasan tersebut.
Maka proses budaya yang hari ini diikthiarkan oleh sebagian toko adat rongkong itu tetap harus disesuaikan dengan nilai-nilai keislaman. (Run)
Discussion about this post